ini blog yang berisikan kisah-kisah seks sedarah. bagi agan-agan yang tidak berminat dengan konten ini silahkan di minati. wkwkwkw

Sunday, April 24, 2016

DILEMA CINTA SIMALAKAMA IX



Hari-hari berikutnya berlalu seperti biasa, kami sama-sama tidak ada yang membahas tentang ‘pergesekan’ yang terjadi selama di pondok. Meski aku sering memergoki reno yang semakin sering curi-curi pandang kearah dada atau pahaku. Hanya sebatas itu, meskipun terkadang kalau berpapasan denganya, dia pasti menyenggol pantatku, seolah-olah tidak sengaja.
Part II. Kesalahan fatal
Aku masih guling-guling di sofa ruang tamu. Membaca status-status teman-teman Fb ku. Ada yang galau, ada yang lucu ada yang pamer, Macam-macam. Aku kemudian melihat akun Reno, dia mengupdate status dan fotonya 2 hari yang lalu. Dia duduk jongkok diantara segerombolan anak-anak SD di acara Pocil. Polisi kecil. Mereka tertawa girang, reno juga tersenyum sambil memeluk 2 orang anak cowok di kiri dan kanannya. Reno memang penyayang. Hmm... aku jadi kembali teringat kisah lalu.
Tidak terasa aku sudah tamat SMA dan merantau kepulau jawa untuk kuliah. Aku memilih Masuk ke ITB. Kami punya saudara dari pihak Mama di bogor. Semester 1-2 aku tinggal dengan mereka.  Ketika semester 3 aku lebih memilih kost. Asalanku dengan mama dan papa adalah capet bolak-balik bandung bogor untuk kuliah. Lebih baik mencari kost di sekitar kampung. Lebih efisien waktu dan tenaga. Padalah aku lebih memilih kost karena aku bisa lebih bebas. Bisa pergi dengan teman-teman hingga malam atau mengundang orang-orang yang ku kenal untuk berkunjung ke kost ku dengan leluasa. Tanpa harus merasa tidak enak dengan bibi.
Dua tahun tinggal dibandung sudah menjadikanku seperti gadis bandung kebanyakan, modis dan fashionable. Wajahku memang sudah cantik, di usia 21 tahun kegadisannku sempurna. Aku digandrungi banyak cowok, dan menjadi idola di kampus. Bukan hanya di fakultasku, tapi di seluruh kampus. Dari adik tingkat hingga senior, bahkan dosen-dosen muda juga banyak yang menyukaiku. Tawaran untuk jalan atau pacaran terlalu sering kuterima. Kawan-kawan ku banyak yang jadi tukang pos. Mengantarkan pesan dan salam dari para penggemar. Lucu-lucu, ada yang pake surat kaya zaman dulu, ada yang nekat berdiri di tengah lapangan kampus dan membuat tulisan ‘ I Love U sisca’. Tapi dari sekian banyak orang yang mendekatiku, aku menaruh harapan kepada salah seorang asisten dosen baru. Pak Prima, Kebetulan dia mengajar ilmu topografi. Pelajaran yang paling aku gak mengerti. Dia masih muda, mungkin sekitar 26 atau 27 tahun, tinggi, keren, terkesan dingin dan cuek. Ketika sudah dekat denganya ternyata orangnya ramah dan santun. Badannya gak kurus, gak juga gemuk. Tapi full otot. Kulitnya putih, tapi mungkin karena sering berjemur jadi sedikit kecoklatan. Meskipun cuek, dia supel dalam pergaulan dengan mahasiswa, gak jaim. Sering nongkrong bareng mereka di kantin. Pak Prima juga Smart, cara dia mengajar sangat mudah dipahami, bahasanya juga membumi. Dengan kata lain dia hampir sempurna.
Dalam waktu singkat Pak Prima sudah menjadi idola di antara mahasiswi. Kalau pak prima lewat, mahasiswi rata-rata jadi kecentilan mendadak. Akupun juga ikut mengidolakannya.
Hari itu kami belajar dengan beliau, aku pandangi dia dan memang wajahnya manis dan mempesona. Satu jam lebih dia mengajar, aku tidak memperhatikan ucapannya sedikitpun, dan ku rasa setiap mahasiswi di lokalku juga begitu. Entah sial atau malah beruntung, diakhir pelajaran pak prima memberikan pertanyaan evaluasi dan aku yang disuruh menjawab. Aku jadi gelagapan, menoleh kiri dan kanan mengharapkan bantuan dari teman-teman. Tapi mereka juga langsung menunduk dan terkesan menjauh. Berharap tidak mendapatkan beban yang sama yang aku hadapi. Aku jadi ikut menunduk. Idak tahu harus menjawab apa.
“ gimana siska?” tegur pak Prima mengingatkan. Aku mendongak, dan pak prima sudah berdiri setengah meter dari kursi ku. Aku Cuma bisa cengir kuda. Dan berusaha mengeluarkan seluruh pesona yang aku punya. Dia juga tersenyum dan melangkah mendekat. Diambilnya binder yang ada di tanganku, aku mau menahannya tapi tenaga beliau lebih kuat. Aku berusaha merebutnya kembali tapi terlambat. Dia membolak-balikan binderku, kemudia membaca sebentar.
Oh tuhannnn, di binderitu ada kutulis Prima I love U, aku mau menjadi ibu dari anak-anakmu.
Dan di bawah tulisan itu ada gambar orang, dua besar, dua kecil seolah-olah itu keluarga kami. Aku berharap dia tidak membacakannya keras-keras di kelas.
“ siska, sudah hampir 2 bulan kita belajar tapi isi bindermu Cuma ada judul mata kuliah doang, di ajar oleh saya. Gimana kamu mau bisa?” tanyanya.
Aku diam saja.
“ sebagai hukumannya, kamu harus resum buku ini.” Dia menyerahkan buku. Dan isinya sudah banyak yang digaris menggunakan stabilo. “ resum yang sudah saya garis-garis saja. Dan harus menggunakan tulisan tangan. Dari halaman 7 sampai halaman 32. Dikerjakan hari ini. Jam 5 serahkan dengan saya.” Perintah beliau.
Ketika pelajaran berakhir, teman-teman sudah pada bubar hanya menyisakan segelintir di dalam kelas. Pak prima mendekatiku lagi dan menyerahkan buku tadi.
“nih bukunya, ingat serahkan ke saya jam lima di kantor. Kamu masih ada mata kuliah?” tanya beliau.
“ Cuma nyampe jam 2 pak.” Jawabku.
“ Nah kalau begitu kamu punya waktu untuk membuatnya.” Pak prima mendekat, dan mengucek pelan kepalaku. “mau jadi apa kamu kalau malas dan ngammbar doang”. Ucapnya sambil tersenyum kemudian melangkah keluar kelas meninggalkan aku yang melongok. Aku terdiam. Jantungku bergemuruh, dan dadaku terasa sesak.
Pak prima memengan kepalaku, ohhh tuhannnn. Bahagianya...
Aku senyum-senyum sendiri, dan tatapan iri sebagian teman mahasiswi yang melihat kejadian tadi memicu semangatku untuk menulis resumenya.
.....
Hari sudah sore, jam 3. Aku masih menulis resum nya sendirian di kelas. Teman-teman yang lain sudah pulang. Aku awalnya mau pulang dan menulis di kost. Tap aku urungkan kalau sudah di kostan pasti bawaanya mau tidur dan akhirnya tidak di kerjakan. Jadi aku bertekat untuk menyelesaikannya di kampus. Menyelesaikannya tepat waktu dan membuatnya terkesan.
Kringgg....kringgg....kringg....
Hp ku berdering, panggilan dari nomor baru.
“haloo” jawabku
“ halo, ini siska?” tanya suara di ujung telepon.
“ iya saya siska, ini siapa ya?” jawabku mulai ketus, ini kayaknya para penggemar deh. Dari mana juga dapat nomor ku. Padahal nomorku tidak aku publikasikan.
saya Prima, kamu dimana sekarang, bisa anterin buku tadi gak, saya butuh buku itu sekarang?”
Oh tuhannnn, laki-laki idaman yang sejak tadi di hayalkan menelponku, aku jadi sumringah sendiri.
“ oh iya pak, nanti siska antar, sekarang siska lagi ngerjain tugas dari bapak tadi.” Aku ubah nada suaraku semerdu yang aku bisa.
“ pending aja dulu, saya butuh sekarang. Kamu lagi sama siapa?” tanya nya.
“ sendiri pak.”
“ tolong kamu anterin kerumah saya ya, nanti saya kasih alamatnya. Gak jauh dari kampus. Kamu ada motor?”  tanya beliau lagi.
“ ada pak. Iya siska antar bukunya sekarang. Smsin aja alamatnya.” Sambungku. Ini salah satu kesempatan bisa kerumah pak Prima. Aku jadi kegirangan. Dalam waktu lima menit aku sudah keluar kampus dan mengarah kerumahnya.
Alamatnya mengarah kedaerah belakang kampus. Tidak begitu jauh dari kostku, mungkin sekitar 500 meter paling jauh. Ia tinggal di sebuah rumah bergaya kuno, pagar besi warna hijau. Ada halaman yang lumayan luas di sebelah kanan rumah. Sebuah pohon alpukat yang rindang tumbuh disana, dengan ayunan terbuat dari ban mobil tergantung di salah satu dahannya. Aku dorong pagarnya, tidak terkunci. Aku melangkah kedalam, dan meninggalkan motor terparkir diluar pagar. Dari depan pintu aku mencium aroma masakan yang sangat harum. Aku jadi lapar. Dan memang aku belum makan sudah sarapan. Aku ketuk pintunya.
Tok..tok..tok... Assalamualaikum....
Waalaikum salam...
 Ada sahutan dari dalam, suara pak Prima.
Berselang sepuluh detik gagang pintu bergerak, kepala pak Prima nongol. tidak ada suara langkah kaki yang terdengar ketika dia melangkah untuk membuka pintu tadi.
“ eh siska, ayo masuk”
Dia kembali kebelakang, meninggalkan ku sendiri diruang tamu. Dia mengenakan jeans biru gelap dengan atasan hanya singlet berwarna putih. Lekukuan otot-otot lengannya terlihat jelas. Ada garis jelas melingkar di lengan atasnya, garis yang membagi kulitnya menjadi putih dan coklat. Garis yang timbul karena sengatan matahari yang dibatasi oleh baju lengan pendek. Samar-samar ditutupi oleh singletnya ada bekas luka yang membentang dari pundak kiri bawah leher sampai ke lengan kiri atas tidak jauh dari lengan atas. Luka seperti bekas sayatan benda tajam.
Aku duduk di ruang tamu, aroma harum masakan itu semakin jelas, aroma itu berasal dari dapur pak prima. Kalau seandaikan suatu masakan hanya dinilai dari aromanya, mungkin masakan ini nilainya sembilan puluh sembilan. Atau aku hanya terlalu lapar, jadi masakan ini tercium sangat enak. Aku baru tahu kalau pak prima sudah punya istri. Istri yang pandai memasak.
“ maaf ya saya meminta kamu antar bukunya. Saya baru ingat kalau saya ada pekerjaan yang belum selesai.” Seru pak Prima dari belakang. Antar aku dan dia terhalang oleh lemari tua yang tinggi.
“ kamu pasti belum makan kan? Kebetulan saya lagi masak. Kita makan bersama aja.” Kepala pak Prima muncul dari balik dinding.
“ Bapak sedang masak?” aku bertanya, antara bertanya antara penegasan. Aku juga bingung.
“ iya saya sedang masak. Ini sudah hampir selesai, sini aja. Duduk di ruang tengah”
Aku bangkit, dan langsung masuk kedalam, enath apa yang ada dibenakku yang jelas aku masuk saj, tidak ada perasaan takut atau cemas. Tidak ada perasaan aneh bagi seorang gadis yang masuk kedalam rumah seorang laki-laki. Aku juga mau melihat istrinya.
Ruang tengahnya lumayan besar, ada sofa butut berwarna abu-bau kecoklatan dengan meja ditangahnya, menghadap sebuah TV cembung model lama berukuran lebih kurang 32 inci. Dari ruangan ini juga ada sebuah pintu keluar, mengarah kehalaman samping rumah. Aku melihat sekeliling, tidak ada foto atau pajangan, hanya ada sebuah jam dinding yang tidak lagi berfungsi. Jarum detik nya tidak lagi bergerak. Di samping sofa ada rak buku yang tidak terlalu besar. Penuh dengan buku-buku, ada yang tebal, ada yang tipis, ada yang seperti majalah. Di atas meja koran berbahasa Inggris, BBC News.
Aku duduk di sofa itu, memandang kearah pak prima. Dia sendirian, tidak ada istrinya disana. Antara ruang tengan dan dapur hanya dibatasi oleh dinding pembatas setinggi dada orang dewasa. Jadi aku bisa melihat dengan jelas dia yang bolak balik di dapur.
“ istri Bapak mana?” tanya ku sambil mencoba meraih koran yang tergeletak diatas meja.
Pak prima menoleh sebentar, kemudian tertawa.
“ ha.ha.ha, mana ada saya istri, saya belum laku.”
“jadi bapak sendiri yang masak?” lanjutku lagi
“ iya lah, emang sisca bisa liat dari tadi ada orang yang membantu saya masak?” pak prima mengambil beberapa piring kemudian kembali kearah kompor. Kemudian menghidangkannya diatas dinding pembatas, dinding itu ternyata juga berfungsi sebagi meja makan.
“ ayo kita makan dulu, kamu pasti belum makan.” Sambung pak Prima.
Aku belum beranjak dari sofa, aku bingung harus bagaimana, satu sis aku memang udah lapar, satu sisi aku juga malu kalau harus makan berdua dengannya, baru kenal, dia juga dosenku.
“ ayolah, masakan saya enak loh. Nyesal loh kalau kamu tidak makan.” Sambungnya lagi. Dia melangkah ke kamarnya, tidak lama dia keluar lagi. Sekarang sudah pakai baju kaos oblong.
Aku bangkit dari sofa dan bergerak kearah meja makan. Ada tiga buah kursi tinggi tanpa sandaran. Aku duduk di tengah, kursi yang berwarna biru muda. Dinding pembatas ini lumayan lebar, mungkin satu meter lebarnya. Sangat pas menjadi meja makan. Lokasinya juga tepat. Di atas meja ini ada Ayam yang dibaluri sambal berwarna merah, sup dengan sayuran dan sesuatu berwarna putih. Aku tidak tahu apa.
“ ayo makan, gak usah malu-malu.” Ujar pak prima yang sekarang sudah duduk di seberang meja. Menghadap kearahku.
Suapan pertama membuat ku kaget, ini masakan enak sekali, lebih enak dari masakan ibuku atau rumah makan manapun yang pernah ku coba. Pedasnya pas, aroma nya juga luar biasa. Aku coba supnya, enak dan yang putih-putih ini bikinku penasaran.
“ ini apa pak?” tanya ku sambil mengangkat benda itu di atas sendok.
“ itu namanya kulit tahu, kamu belum pernah makan itu ya?” jawab pak Prima sambil tersenyum. Senyumnya manis sekali. senyuman nya juga membuat kewanitaanku jadi basah. ada yang mengalir dari dalam tanpa di perintah...
BERSAMBUNG.....

3 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. suka banget kak ceritanya, buruan lanjutin dong bikin yg tambah hot

      Delete
  2. duh pak prima gimn ljutan nya i like

    ReplyDelete