AWAL PERISTIWA TABU
Ingatanku masih berpetualang di masa lalu. Masih
seputar Reno. setelah aksi penyelamatan yang Reno lakukan di kelas ku, Reno
menjadi Juara Olimpiade tingkat provinsi dan akan berangkat ke bali untuk
mengikuti olimpiade tingkat nasional. Ketika upacara bendera hari senin, nama reno di elu-elukan oleh kepsek dan di
ikuti seluruh siswa. Reno di undang kedepan untuk menyampaikan pidatosingkat.
“ Terima kasih atas kesempatannya. Saya bisa
menjadi juara Olimpiade sain ini bukan semata-mata karena saya hebat dan
cerdas. Ada begitu banyak orang yang mendukung keberhasilan saya. Pak Lubis dan
Bu Lira yang menjadi mentor saya dan mengajarkan trik-trik hebat yang sangat
membantu, pak Kepala sekolah, guru kelas saya, teman-teman yang saling bahu
membahu membantu saya untuk tetap bisa fokus pada perlombaan. Tak lupa saya
sampaikan terima kasih kepada kedua orang tua saya, meskipun sekarang mereka
gak bisa dengar. Hehe” canda gurau di antara pidatonya membuat suasana jadi
pecah, tidak terlalu kaku. Meskipun demikian Semua mata masih tertuju kepada
Reno. terik matahari yang mulai meninggi tanpaknya tidak tertlalu dipedulikan
oleh segenap peserta Upacara hari itu.
“tak lupa saya sampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya untuk seseorang yang tanpa dia sadari dia sangat membantu saya
hingga hari ini, membantu mempersiapkan fasilitas-fasilitas yang sering tidak
saya sadari dan dukungan moril yang penuh sehingga saya bisa mengikuti
perlombaan dengan santai dan tenang. Memang kesannya sepele, seperti, buatin
susu, rautin pensil, beliin nasi goreng, menyetrikankan baju seragam, benerin
dasi. Tapi, Kalau baju saya kusut, saya
jadi tidak PD ketika mengikuti perlombaan, toh mungkin hasil yang saya kerjakan
tidak bakalan maksimal. Jadi terimakasih sekali lagi untuk kakak saya yang baik
dan cantik jelita. Kakak yang sangat saya sayangi. Kak siska.” Reno menjulurkan
tangannya dari atas podium dan menunjuk tepat ke arahku diiringi dengan suara
tepuk tangan yang membahana. Sekarang semua mata berpindah menatapku. Aku jadi
malu sendiri.
.....
Hari sudah menujukkan pukul 4 sore, hari ini aku
pulang agak sore karena harus mengikuti Les persiapan Ujian nasional. Aku
keluar kelas. Aku lihat Reno sedang duduk dengan beberapa temannya. 2 cowok dan
4 cewek. Seperti semut yang mengerumbungi Gula. Ada kesan kalau yang cewek terus
mendesak reno dengan sesuatu yang aku tidak tahu. Bahasa tubuh reno yang
sedikit mencondong kebelakang menjunjukkan dia ingin segera lari dari sana.
“ Reno !!!” Teriakku dari kelas
Reno melihat kearahku dan langsung bangkit,
bercakap sebentar dengan temannya dan langsung berlari ke arahku. Reno sudah
tidak mengenakan seragam sekolah lagi, dia mengenakan T-Shirt berwarna abu-abu
dengan celana jeans biru pendek setengah tiang. Anak kelas satu memang sudah
pulang dari jam 1 siang tadi.
“ kamu sengaja jemput kakak?” tanyaku ketika Reno
sudah sampai di hadapanku.
“ kami hari ini ada pertemuan tapak suci, gak lama
juga bubarnya. Jadi aku sekalian aja nungguin kakak.” Jawab reno
“ ih, adek kakak baik banget” ujarku sambil
mencubit pipinya. Kemudian reno aku gandeng dan berjalan ke parkiran. Sorot
mata kecemburuan terpancar dari mata beberapa siswi cewek yang melihat kami.
“ oh iya dek, bisa anterin kakak kerumah miska
bentar gak? Kakak mau ambil buku panduan Matematika kakak. Kami ada PR besok
dia sakit. Gak masuk.”
“ emang rumahnya dimana?”
“ Plaju.” Jawabku singkat sambil naik ke
boncengan. Tak lama kami sudah meluncur kesana.
Sesampai disana aku hanya basa basi singkat dengan
miska, menayakan kabarnya, sakit apa dan kapan bisa masuk sekolah lagi.
Kemudian pamit karena hari mau hujan. Aku juga tidak nyaman melihat Miska yang
sering curi pandang ke arah Reno. dan juga pakaian Miska yang agak terbuka,
reno juga terlihat sedikit salah tingkah. Sesekali terlihat reno melihat ke
arah dada miska ketika miska menyodorkan air minum. Buah dadanya terlihat
dengan jelas. Aku pun menyegerakan pamit. Alasan takut kehujanan.
Perjalanan menuju rumah miska agak jauh dan
melewati beberapa perkebunan. Rintik hujan mulai terasa menetes satu persatu.
Awan hitam sudah berkumpul diatas kepala. Hanya dalam hitungan detik
butir-butir hujan sudah terasa ebesar biji jagung, dan makin lama makin deras. Reno
memacu sepeda motornya berharap bisa melewati hujan, tapi makin lama makin
deras. Tidak ada rumah warga di sekitar kami, kami sedang berada di tengah
perkebunan salak yang cukup luas.
“ kita berteduh dulu kak” Teriak reno dan langsung
megarahkan motornya ke pinggir kiri jalan. Sedikit masuk dari jalan raya ada
sebuah pondok kecil dengan atap seng yang sudah karatan. Seperti pondok tempat
jualan yang sudah tidak digunakan lagi. Reno memarkirkan motornya persis
didepan pondok, aku langsung masuk ke dalam. Pondok ini berdinding anyaman
bambu di bagian belakang, ada pintu kecil dan jendela yang bisa di buka jika diangkat
keatas. Ada sebuah dipan yang juga terbuat dari bambu di dalam pondok, bangku
kayu di bagian luar. Sayangnya atap teras pondok ini sudah banyak bolong, jadi
kami harus berteduh di dalam pondok. Kami hanya berdiri di pintu pondok, tidak
benar-benar masuk kedalam. Reno membuka bajunya agar bisa di peras. Bajunya
sudah lumayan basah. Sedangkan bajuku hanya basah sedikit karena tadi aku
berlindung di belakang tubuh reno. reno menggantungkan bajunya di atas pintu
pondok dan sekarang berdiri di depanku. Dada reno sudah mulai bidang dan
berbentuk. Usianya yang masih 16 tahun memang sedang dalam pertumbuhan yang
sangat pesat. Otot perutnya juga sudah mulai kelihatan. Sebentar lagi Reno
bakal menjadi pria dewasa yang macho.
DUARRRRRRR
No comments:
Post a Comment