ini blog yang berisikan kisah-kisah seks sedarah. bagi agan-agan yang tidak berminat dengan konten ini silahkan di minati. wkwkwkw

Friday, February 17, 2017

DILEMA CINTA SIMALAKAMA XI

"Astagaaaaaaaa" batinku
Ditanganku sekarang ada sepucuk senjata api jenis pistol. Aku tidak tahu jenis dan merk apa. Ada tulisan NH50CC dan angka-angka yang ku rasa adalah no seri. Aku taruh pistol itu di sofa. Aku takut setengah mati. Aku takut senjata ini meledak dan mengenaiku. Aku angkat perlahan-lahan dak aku pindahkan ke dalam laci di meja kerjanya.
Di dalam laci tersebut ada beberapa berkas yang semuanya berbahasa inggris. Ada foto-foto orang. Ada yang bersih ada yang di beri tanda silang. Ada juga beberapa pasport dan sim. Aku buka satu persatu, semua adalah pasport miliknya. Lebih tepatnya adalah pasport dengan fotonya. Nama yang tertera dalam pasport tersebut berbeda-beda. Aku makin aneh. Siapa orang yang sekarang dekat denganku ini. Apakah prima memang namanya yang asli?
Laci ini terkesan sangat dangkal. Sedangkan dari luar kelihatan tebal. Dari luar kedalaman laci ini selitar 20cm. Kalau di lihat dari dalam hanya 10cm. Aku tarik keluar laci itu. Berat. Padahal isinya sudah aku kosongkan. Aku tekan ujungnya. Dan benar saja, alas laci itu terangkat. Di bawahnya ada ruangan lain. Lagi-lagi isinya mengagetkanku. Satu pucuk pistol beserta beberapa magazine dan peluru ada di sana.
"Kenapa ada begitu banyak senjata di rumah ini?" batiku

Laci itu aku kembalikan ketempat semula. Isinya juga aku kembalikan. Seolah2 aku tak pernah menyentuhnya. Pistol yang tadi aku dapat di sofa aku kembalikan lagi ke selipan sofa bagian ujung. Dengan moncongnya mengarah ke bawah.

Aku melanjutkan beres-beres. Sambil memperhatikan dengan teliti setiap sudut rumah ini. Aku kembali menemukan senjata lain. Di bawah meja komputernya ada 1. Di belakang kulkas ada 1. Di selipan kursi di ruang tamu 1. Di kamarnya 1 tergantung di bawah ranjang. Dan di bawah pot bunga besar di depan pintu samping. Total ada 7 buah pistol yang dia sebar di segenap penjuru rumah.

Memory ku berputar kembali waktu aku datang kerumahnya pertama kali. Aku melihat bekas luka membayang di punggungnya. Dan mungkin masih ada lagi yang lain. Yang aku tidak tahu.

Hari sudah gelap. Aku sudah selesai beres-beres. Aku rebahan di sofa sambil menyalakan tv untuk mengusir sepi. Entah apa yang di siarkan di tv aku tidak tahu. Pikiranku menerawang jauh. Memikirkan siapakah sosok pak prima sebenarnya. Kenapa ada begitu banyak senjata dan beberapa pasport dengan nama yang berbeda-beda. Aku harus tahu semuanya. Aku harus dengar dari dia langsung. Tapi aku ini siapa. Aku bukan istrinya. Bahkan pacarpun juga bukan. Kami hanya dekat. Aku bahkan belum tahu bagaimana perasaan pak prima kepadaku. Bagaimana jika aku bertanya hal ini dia jadi marah, akhirnya dia menjauhiku. Atau ternyata dia orang jahat. Aku sudah tahu rahasianya dan dia akan membunuhku. Bayangan-bayangan mengerikan itu berseliweran di kepalaku. Mataku jadi berat.

Ada rasa hangat yang menyelimuti tubuhku, dan benar saja, ada selimut yang menyelimuti tubuhku. Dan pak prima sudah duduk di lantai dan mengetik entah apa di laptopnya yang terletak di atas meja. Sudah berapa lama aku tertidur.

"Udah bangun neng?"  dia menyapaku. Senyumnya masih tetap manis. Mata menyipit dengan sepasang lesung pipi. Tidak ada tampang manusia jahat terpancar dari wajahnya. Aku bangkit mendadak. Dan mengintip kebalik selimut.

"Hahaha... Kaget amat. Saya gak macam-macam kok. Cuma masangin selimut aja sama pegang dahi kamu. Ngecek temperatur. Saya kira kamu demam". Sahutnya sambil tertawa.  seolah-olah bisa membaca pikiranku.

Aku beringsut menjaug darinya. Memeluk lutut sendiri. Entah kenapa badanku serasa menggigil.

"Kamu kenapa siska?" dia mendekatiku, dan memegang dahiku. Aku tidak merasa demam. Aku hanya ketakutan.

"Kamu demam? Saya antar ke dokter ya?" kejarnya lagi.

Aku masih diam seribu bahasa.

"Kamu mungkin masuk angin, pakai baju tipis dan celana pendek gitu. Kita ke dokter saya antar. Pakai celana saya dulu. Di gulung ujungnya biar gak kepanjangan." dia masuk ke dalam kamar dan keluar membawa jaket serta celana panjang berbahan kaos.
Aku masih terdiam di sofa, tidak menoleh kearahnya atau menjawab. Pak prima jongkok di depanku sekarang. Dan berusaha mengambil tanganku untuk memasang jaket. Aku tatap matanya.
"Bapak bukan orang jahat kan?" kata-kata itu yang mengalir pertama kali dari mulutku.
Pak prima agak bingung dengan pertanyaanku. Kemudia menoleh ke seantero ruangan seolah mencari atau menyadari sesuatu. Dia menatao laci agak lama. Kemudia kembali menatapku sambil tersenyum.

"Kita kedokter dulu yuk. Pulang dari sana saya cerita". Suaranya masih tetap terdengar lembut dan penyayang. Tidak ada satu nadapun yang berubah. Dia tetap orang baik.

"Siska tidak apa-apa pak. Kita tidak perlu kedokter. Siska menggigil bukan karena demam. Tapi mungkin karena siska cemas saja". Jawabku

Dia hanya tersenyum
"Beneran nih gak papa?" tanya nya lagi
"Iya pak. Siska gak papa".
" yaudah, makan dulu yuk. Kamu pasti laper". Dia bangkit dari duduk di hadapanku dan beranjak kedapur. Bunyi kelentingan di sana. Dan kembali membawa 2 piring dan sendok. Dia beli nasi bungkus buat kami makan.
"Saya sengaja beli dua, saya yakin kamu belum makan."

Aku masih malas-malasan menggapai bukusan jatah untukku. Berat sekali tangan ini rasanya. Dan posisi meringkuk di dalam selimut ini juga begitu nyaman. Tanpa sadar sekarang ada sesendok nasi + lauk di depan wajahku. Pak prima mau menyuapiku. Aku tersenyum dan menerima suapannya.

Sambil makan dia bercerita dan memintaku untuk tidak menceritakannya kepada siapapun. Dia sebenarnya adalah personil BIN. Yang bertugas sebagai agent senior untuk wilayah bandung. Dalam masa tugasnya dia berprofesi sebagai dosen dan arsitek.karena profesi itu menunjang misinya kali ini. Pistol yang ada dimana-mana memang sengaja di posisikan disana jika sesuatu yang tidak di inginkan terjadi. Tak terasa nasi bungkus yang untukku sudah habis aku santap. Dan semuanya dia suapin. Dan kurang ajarnya aku, dia bahkan belum makan sesuappun. Akupun sudah keluar dari selimut dan duduk bersila didepannya.

"Udah kenyang bayi gede? Makan sambil di dongengin". Canda nya sambil menoyor kepalaku pelan. Aku hanya cengengesan tanpa suara karena mulutku masih penuh nasi.
"Bapak makan aku yang suapi deh, gantian sebagai balasannya".
"Gak deh makasih. Saya masih bisa makan sendiri gak lemah kaya orang itu tu!" jawabnya sambil memajukan bibir.

Tidak sampai 10 menit. Mungkin hanya sepuluh menit dia sudah selesai makan. Habis. Rekor makan yang cepat banget bagiku. Aku menghabiskan sebungkus nasi bisa sampai 1 jam. Kemudia dia bangkin dan mencuci piring di wastafel. Aku mengikutinya dari belakang.

Aku berdiri persisi di belakanyanya. Dia mengenakan celana jeans biru panjang dan hanya mengenakan singlet putih tipis tanpa lengan. Guratan bekas luka di punggunya makin jelas. Jariku otomati mengikuti alur luka tersebut.
"Sekeras apa hidup yang pernah bapak lalui?" aku bertanya dalam suara pelan. Aku tidak butuh di jawab. Hanya menggumam sendiri. Tanpa sadar aku memeluknya dari belakang. Karena dia tinggi. Kepalaku nempel persis di punggungnya.
"Bapak bukan orang jahat kan? Siska sayang bapak". Kata-kata ini meluncur dengan sendirinya dari lidahku.
Pak prima mematikan keran air. Mengelap tangannya dan berbalik. Sekarang aku berhadapan dengannya. Dia tersenyum manis sekali.
"Kok gak di jawab, bapak gak suka ya?" kejarku manja.
"Iya saya juga sayang kamu!" balas pak prima.
"Jadi kita pacaran dong!" kejarku lagi
Dia hanya tersenyum.

"Jawab dong pak?" rengekku
"Iya... Iyaaa.... Pacaran. Saya sayang kamu juga. Dan sekarang kita pacaran!" balasnya
"Masa sama pacar pake saya kamu. Formal amat."
"Trus harus gimana" tanya pak prima.
" siska panggil abang aja ya. Abang panggil dedek. Kan lebih romantis." jawabku sambil senyum.
" ok deh. Apapun deh demi bidadari abang".

Cuuup.. Spontan aku menginjitkan kakiku dan mencium bibirnya. Dia agak kaget. Aku juga kaget kenapa aku begitu agresif. Ciuman itu singkat. Aku tertunduk. Kemudian pak prima merangkul pinggangku dan mencium bibirku lagi. Ciumannya lembut. Aku membalas ciumannya dan melingkarkan tanganku ke lehernya. Ciuman kami makin lama makin dalam dan aku merasakan kalau ciumanya makin menguat. Dia melepaskan bibirku dan turun ke leher. Aku menggelinjang kegelian. Dia cium makin turun. Aku cium kepala nya. Dan berbisik.
"Sayang, mandi dulu gih. Accemmm"....

BERSAMBUNG

3 comments:

  1. lama banget min updatenya, semangat min update lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nunggu yang punya cerita ngemail saya gan. Ini kisah orang sebabnya. Saya cuma ngetik aja.

      Delete
  2. Aku tetap mendoakan yg terbaik untuk Reno dan Siska

    ReplyDelete