ini blog yang berisikan kisah-kisah seks sedarah. bagi agan-agan yang tidak berminat dengan konten ini silahkan di minati. wkwkwkw

Monday, January 25, 2016

DILEMA CINTA SIMALAKAMA



         PART I GADIS MALANG
Pagi ini entah mengapa aku sangat malas melakukan aktifitas. Mataku masih bengkak akibat semalam. Ucapan-ucapan dengan penuh amaran yang di lontarkan papa malam tadi sangat menyakitkan hati ini. Ingin rasanya aku menemui tuhan dan mengakhiri semua kepiluan ini. Tidak lagi mendapatkan makian dari papa. Apakah mereka tidak pernah muda? Apakah ketika muda mereka tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan? Apakah memang aku yang paling bersalah dari semua ini? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Aku bangkit dari pembaringan, duduk di ujung ranjang berseprai Pink. Menghadap kecermin kamar yang menampilkan bayangannku yang sangat kusut. Mata bengkak dan hitam. Aku seolah tidak mengenali siapa yang ada di cermin. Di luar jendela Seekor Kolibri hinggap di bougenfile ungu yang kutanam di salah satu pot di ujung balkon kamar. Sesekali dia bersiul, berpindah dari satu tangkai ke tangkai yang lain. Kicauannya riang, entah apa yang dipikirkan oleh burung mungil itu. Bersiul tanpa beban dan hambatan. Tidak harus takut apa yang harus di lakukan esok hari, tidak harus kena omelan dari orangtua, tidak perlu cemas apa yang akan terjadi di masa depan.
Tok...tok...
“kak, bangun. Kunci pintu rumah. Aku mau berangkat” suara adikku, Reno terdengar dari balik pintu. Aku buka gerendel pintu kamar dan melangkah gontai keluar.
“sarapan udah siap di meja makan. Aku hari ini mungkin pulang malam. Papa dan mama nanti siang pulang, tapi mau pergi lagi. Kakak jangan pergi-pergi keluar dulu ya?” ujar Reno sambil mengikat tali sepatu. Aku diam saja, duduk memperhatikannya dari kursi tamu. Reno berdiri dan menyambar tasnya dan berjalan menuju Ninja R 250cc kesayangannya. Aku turut mengantarkannya ke pintu pagar.
“udah gak usah sedih lagi, besok papa dan mama pergi. Kita jalan-jalan. Ok?” Reno tersenyum kepadaku. Aku balas dengan senyuman singkat.
Reno pun berangkat, deru motornya sudah hilang di ujung gang. Aku tutup kembali pintu pagar dan kembali kedalam. Cuma reno yang masih menganggapku manusia di rumah ini. Dia adik yang sangat sempurna. Pintar, tampan, dan mapan. Meski di usia yang masih sangat muda dia sudah mandiri secara ekonomi. Berbeda sekali denganku, hanya sampah yang selalu memberatkan kedua orang tua. Setidaknya itu yang di rasakan oleh kedua orangtuaku.
Mau kuliah ke Bandung katanya biar  masa depan terjamin,gampang cari kerja, udah ngabisin uang banyak. Tetap saja gak berguna. Coba kamu lihat reno, usianya baru 20 tahun, lulus kepolisian tanpa sepeserpun papa perlu mengeluarkan uang. Lulus SMA dengan nilai paling tinggi di sekolah. Selalu dapat bea siswa. Selalu peringkat satu. Setiap papa ketemu gurunya selalu di puji. Dapat medali emas pekan olahraga pelajar. Apa kamu tidak malu dengan keadaan kamu sekarang ini. Dimana-mana anak laki yang biasanya nakal, bukan perempuan. Ini kenapa kamu malah yang berulah. Papa bisa maklum kalau reno yang nakal, tapi kalian seperti bumi dan langit. Apa yang mau kamu andalkan untuk hidup kamu kedepan? Mau ngandalin wajah cantik doang. Mau jadi pelacur?
Makian-makian ayah malam tadi masih terngiang-ngiang di benakku. Kata-kata pedas yang menjadi santapan pagi, siang, malam selama sebulan aku pulang kerumah. Tidak ada kata manis, hanya ada makian dan di banding-bandingkan dengan Reno. Reno hebat, aku tidak ada apa-apa, Reno pemenang, Aku pecundang. Aku juga tidak bisa mau menyalahkan Reno. Memang dia selalu menjadi idola dari kami masih kecil. Aku bisa membaca dan menulis ketika masuk SD. Reno sudah bisa membaca dan menulis bahkan sebelum dia masuk ke TK. Di SD dia sudah menarik perhatian semua guru di tiga bulan pertama dia duduk di kelas 1. Sedangkan aku hanya anak yang antara ada dan tiada. Ada tidak berpengaruh, tidak ada pun tak apa-apa. Jantungku makin bergemuruh setiap kenangan-kenangan masa kecil melintas. Waktu itu aku kelas tiga SD, Reno kelas I. Aku dimarah oleh papa karena membawa pulang nilai 0. Aku bingung dengan pengurangan dengan cara turun kebawah dan meminjam angka. Malamnya mama mengajarkan ku cara pengurangan jalan kebawah. Dan reno ikut belajar di sebelahku. Besok disekolah aku di suruh mengerjakan soal serupa di papan tulis oleh guru kami dan entah kenapa aku lupa cara menyelesaikan soal seperti itu padahal baru malam tadi diajarkan oleh mama. Aku kebingungan di depan kelas. Entah apa yang harus aku coret kan ke papan tulis ini. Dalam kebingungan ini ada tangan kecil yang mengambil alih kapur dari tanganku dan mengerjakan satu soal yang di tuliskan guru di papan tulis. Setelah menuliskan dia berbicara singkat ke guruku kemudian melangkah keluar kelas dengan gontai. Meninggalkan seisikelas yang masih terperangah. Reno, ya, tangan kecil itu tangan Reno. Dia yang mengerjakan soal siswa kelas tiga SD hanya dengan pembelajaran singkat di malam hari. Mulai hari itu Reno menjadi populer di kalangan guru dan teman-teman bahkan di tegaskan lagi oleh kepala sekolah ketika upacara, dan aku makin menjadi bahan olokan oleh teman dan guru-guru. Aku adalah kakak yang diselamatkan oleh adik kecil.
Di SMP kami berbeda sekolah, aku tidak bisa masuk ke SMP favorit karena nilaiku tidak cukup. Reno sudah pasti lulus. Ketika SMA aku dan Reno satu seolah lagi. Kejadian-kejadian itu kembali lagi. Aku cukup popular di SMA, aku dianugrahi wajah yang lumayan cantik. Perpaduan Papa Bugis dan mama yang Chinese menjadikan aku dan Reno memiliki wajah yang lumayan menarik. Aku terpilih menjadi mayoret I di Ekstrakulikuler Drum band sekolah sejak kelas II. Meskipun cantik, dalam hal pelajaran aku tetap berada di kalangan menengah kebawah. Dan Reno, tetap sama seperti sebelumnya. Selalu berada di puncak yang tidak mampu aku jangkau. Di tahun pertamanya di SMA reno memenangi medali emas perlombaan Silat tingkat provinsi. Dia memang hobi di bidang itu, sering ikut papa latihan sejak kecil. Dan saat itu dia menuai hasil. Aku yang selama ini hanya dipuja oleh kalangan cowok, mulai di dekati oleh cewek-cewek yang minta di comblangin sama reno. Dari kelas satu sampai teman-teman kelasku, kelas tiga. Bangga juga rasanya memiliki adik yang jadi idola. Dan hikmah terbesar bagiku, sudah tidak ada lagi anak-anak cowok yang berusaha melecehkanku, mengintip kedalam Rok sekolahku atau pelecehan-pelecehan lain. Pulang dan pergi sekolah aku di bonceng oleh Reno. Dengan kemenangan di perlombaan itu dia bisa membeli sepeda motor baru, Yamaha Vixion. Aku teringat percakapan kami ketika pulang dari sekolah.
“ Dek, ada salam tuh dari Alya, temen kelas kakak”
“ Yang mana tuh?” jawab reno cuek sambil pandangannya tetap fokus ke depan.
“ masa kamu gak tau sama Alya, dia populer loh. Anaknya cantik, imut. Dia mayoret II”
“ohh...” jawab Reno singkat
“kok Cuma ohh sih?”
“ ya terus aku harus respon gimana?” Reno memelankan laju sepeda motornya karena mulai masuk ke jalan raya. Kendaraan mulai ramai.
“ ya respon lain dong, salam balik kek, apa kek, cakep loh dek dia ini?”
“ gak ah, tetep gak secantik mayoret I nya, kalau mayoret satunya yang ngasih salam, baru aku mau.” Ujar Reno sambil menoleh ke belakang dan menatap mataku ketika kami berhenti sambil menunggu lampu merah berganti hijau.
“ Ah, kamu suka bikin kakak GR.” Aku tersipu malu mendengar Ucapan Reno.
“ tapi sering loh dek, temen-temen SMP kakak yang gak kenal sama kamu, kalo ketemu kita lagi di luar sering menyangka kalau kamu itu pacarnya kakak.?” Aku majukan kepalaku ke balik bahu kanannya berusaha melihat ke wajahnya. Dan kalau orang luar melihat, kami memang terlihat seperti sepasang anak muda yang sedang pacaran. Setiap boncengan dengan Reno aku tidak segan-segan melingkarkan lenganku ke perutnya, memelukkanya dari belakang. Atau sesekali tangankua bertumpu ke pahanya. Kami juga sering bercanda gurau di jalan pulang, atau terkadang berhenti dulu di di tempat makan. Karena saat itu dia masih kelas I SMA jadi belum punya pacar sendiri sedankan aku juga belum ada pacar yang serius. Kami lebih suka menghabiskan waktu berdua. Kadang karena aku boncengan dalam kondisi memeluknya dari belakang, otomatis payudaraku menempel ke punggungnya. Aku santai aja dan tidak ada respon berlebih dari reno. Terkadang di timpalinya dengan candaan.
“kak, nenen kakak dorong-dorong tuh. Kaya ada balon di punggungku deh jadinya” ledek Reno
“ihhh.. adek jorok deh ngomongnya..” aku balas cubit ke pinggangnya.
Reno tertawa terbahak-bahak, dan aku pun ikut tertawa. Candaan kami memang terkadang terdengar vulgar, tapi disanalah letak keakraban kami. Tidak canggung seperti kakak beradik yang lain. Kenangan-kenangan itu terus mengalir di kepala ku. Aku merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Melihat sekilas kearah TV yang menayangkan gosip selebritis, seorang Vokalis kenamaan keluar dari penahanan karena skandal video porno nya. tatapan ku ke arah TV tapi pikiranku masih melayang kearah lain.
(demi keberlangsungan blog ini, kami mengharapkan kesediaan  pembaca untuk meng-klik iklan-iklan yang ada di blog ini sebagai donasi kepada para penulis. terima kasih)

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete